Medan,Metroasia.co – Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, MSI telah merumuskan road map transformasi Polri yang hanya memfokuskan pada transformasi organisasi (transforming organization), transformasi operasional (transforming operation), transformasi pelayanan publik (transforming public service) dan transformasi pengawasan (transforming suvervision) sehingga belum menyentuh aspek transformatif substansial pencapaian menuju Polri yang strive for excellence.
Transformasi substansial begitu penting dalam tata kelola organisasi Polri sebagai alat negara sebagaimana diamanahkan oleh landasan konstitusional, ujar Dosen Pascasarjana dan Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Dr. Alpi Sahari, SH. M.Hum melalui keterangan tertulisnya kepada awak media Senin (6/6).
Transformasi substansial sangat berpegaruh dalam tata kelola Sumber Daya Manusia (SDM) Polri yang saat ini menuai kritik masyarakat terkait permasalahan AKBP Brotoseno yang masih aktif sebagai anggota Polri padahal telah divonis bersalah oleh Pengadilan dalam kasus tindak pidana korupsi.
Substantif yang menjadi esensi tetap dipertahankannya AKBP Brotoseno adalah frasa “dapat dipertahankan menurut pejabat yang berwenang untuk berada dalam dinas kepolisian” sebagaimana dimaksud dalam substantial peraturan pemerintah dan kode etik profesi kepolisian.
“Frasa ini menimbulkan multi tafsir karena bersifat subjektif. Hal inilah seharusnya dilakukan transformasi oleh Kapolri,”Ujar Dr. Alpi.
Lebih lanjut adanya statemen yang dinilai kontra produktif bagi kesehatan organisasi Polri yakni “dipastikan sidang kode etik AKBP Brotoseno sebelum era Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prawobo, MSI”.
Hal ini dapat diintreptesasikan Kapolri sebelum Jenderal Listiyo Sigit. Perlu dimaknai bahwa Polri bukannya milik Kapolri namun amanah yang diberikan untuk menjalankan roda organisasi secara berkelanjutan dan amanah sebagai abdi negara yang berlandaskan konstitusi.
Polemik seperti ini harus dihilangkan di dalam mind set insan bhayangkara. Untuk itu kedepan diharapkan Kapolri dapat melakukan transformasi substansial untuk menghindari multi tafsir dan kekeliruan dalam menafsirkan frasa norma aturan hukum.
Di dalam ilmu hukum terdapat tool untuk menafsirkan aturan hukum di dalam penalaran hukum antara lain:
Pertama, penafsiran analogis adalah penafsiran yang dilakukan terhadap isi aturan yang memiliki kemiripan dengan perbuatan hukum, hubungan hukum dan peristiwa hukum tertentu.
Kedua, penafsiran a contrario adalah penafsiran hukum yang dilakukan secara berlawanan untuk dapat mengetahui hukum yang berlaku.
Ketiga, penafsiran restriktif adalah penafsiran hukum yang dilakukan untuk mempersempit berlakunya aturan.
Keempat, penafsiran ekstentif adalah penafsiran hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk memperluas berlakunya suatu aturan. (*)