Medan,Metroasia.co – Tim Fortune Universitas Sumatera Utara (USU) menyoroti maraknya kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dan kini menjadi perhatian serius bagi semua pihak.
Komnas Perempuan, pada 2022 mencatat ada 338.496 laporan kekerasan terhadap perempuan dan 4.660 kasus di antaranya adalah kekerasan seksual.
Lantas, kampus menjadi sorotan, dengan 27 persen dari laporan tersebut justeru terjadi di wilayah perguruan tinggi.
Data ini hanya puncak gunung es dari permasalahan sebenarnya. Sebab, banyak korban tidak melapor atau enggan melawan pelaku.
Dosen Pembimbing Tim Fortune USU, Dr Fotarisman Zaluchu, menyebut salah satu alasan utama tingginya kekerasan terhadap perempuan lantaran takut dan para korban sadar akan konsekuensi yang mungkin mereka hadapi jika bersuara lantang.
Selain itu, korban khawatir akan dicemooh, dihakimi, atau bahkan mendapatkan perlakuan lebih buruk dari pihak-pihak yang terlibat.
Dan ketakutan serupa juga berlaku bagi saksi atau orang-orang di sekitar korban. Mungkin enggan ikut campur karena takut mendapatkan perlakuan serupa.
Ketidakberanian ini disebabkan berbagai faktor, termasuk ketidaktahuan tentang apa yang dilakukan dalam situasi tersebut. Lalu, ketidakpercayaan terhadap proses penegakan hukum, atau bahkan rasa malu.
“Namun, yang pasti adalah bahwa kekerasan seksual di perguruan tinggi tidak boleh diabaikan atau dilegalkan,” ungkap Dosen lulusan S3 dari Belanda itu, Senin (25/9/2023).
Fotarisman menjelaskan alasan tim Fortune Universitas Sumatera Utara (USU) mengambil inisiatif untuk membuat komik edukatif yang berjudul “Ayo Bela Teman Kita.”
Katanya, Komik bertujuan mengatasi ketidakberanian dan ketidakpahaman yang sering mencegah tindakan yang tepat dalam situasi kekerasan seksual di kampus.
Paula Sigiro, anggota Tim Fortune USU menjelaskan, komik ini tidak hanya menyajikan cerita tentang kekerasan seksual, tetapi juga memberikan solusi dan langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh mahasiswa untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
Dalam komik ini, pesan utama adalah bahwa mahasiswa tidak boleh tinggal diam ketika mereka melihat atau mendengar tentang tindakan kekerasan seksual. Mereka memiliki peran penting dalam mencegah dan menghentikan perilaku semacam itu.
Tim Fortune USU tidak hanya mengandalkan asumsi dalam pembuatan komik ini. Mereka melakukan penelitian yang cermat dengan mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam kehidupan kampus, termasuk tenaga kependidikan, dosen, dan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Kekerasan Seksual.
“Hasil dari penelitian ini membantu kami menggambarkan situasi yang nyata dan mengidentifikasi masalah yang perlu diatasi,” kata Cecilia Sitanggang, anggota Tim menimpali.
Ketua Tim, David Dodi Lumbantobing menambahkan dalam komik ini menggambarkan contoh-contoh situasi kekerasan seksual yang mungkin terjadi di kampus, termasuk perilaku tidak etis dari dosen atau staf akademis.
Menurutnya, tujuan dan sasaran adalah memberikan pemahaman yang lebih baik kepada mahasiswa tentang apa yang bisa dianggap sebagai tindakan kekerasan seksual dan bagaimana mereka harus bertindak dalam situasi tersebut.
“Yang paling penting dari semua ini adalah bahwa komik ini dirancang agar mudah dipahami mahasiswa. Bahasa disesuaikan dengan gaya bahasa anak muda sehingga pesan dalam komik tersampaikan dengan efektif,” imbuh David.
Kemudian, pembuatan komik bukan hanya suatu upaya memberikan pengetahuan, melainkan untuk mengubah budaya di kampus.
“Ini adalah langkah positif dalam menciptakan kesadaran tentang pentingnya melindungi satu sama lain dan tidak mentolerir kekerasan seksual” terangnya.
Komik edukatif “Ayo Bela Teman Kita” merupakan contoh nyata bagaimana mahasiswa dapat aktif berkontribusi dalam menjawab persoalan krusial di perguruan tinggi.
Selain tidak hanya menjadi korban atau saksi, tetapi harus menjadi agen perubahan yang berusaha menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman dan mendukung.
Berikutnya, dalam menghadapi masalah kekerasan seksual, pendidikan dan kesadaran adalah kunci, dan komik ini merupakan salah satu alat yang efektif dalam mencapai tujuan tersebut.
Semoga inisiatif semacam ini dapat menginspirasi perguruan tinggi lain untuk mengambil tindakan yang serupa dan memerangi kekerasan seksual di lingkungan kampus. (Rel).