Pematangsiantar,Metroasia.co – Dugaan Korupsi ATK yang terjadi di 8 (delapan) Kecamatan yang berada di Kota Pematangsiantar tahun anggaran 2023, resmi dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pematangsiantar oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DPD IPK Kota Pematangsiantar, Selasa (23/7/2024).
Disinyalir adanya dugaan Mark up yang sebabkan ruginya keuangan negara mencapai miliaran rupiah.
“Kita melaporkan dugaan korupsi tersebut ke pihak Kejaksaan Negeri Kota Pematangsiantar melalui surat Nomor : 02/Dumas/VII/LBH-IPK/2024, tentang dugaan Mark up belanja barang berupa barang dan jasa seperti ATK serta peralatan kantor lainnya di 8 (delapan) kecamatan,” terang Direktur LBH DPD IPK Kota Pematangsiantar, Kamis (1/8/2024).
Berdasarkan investigasi dan data komprehensif yang dilakukan pihaknya, ada delapan kecamatan yang diduga melakukan mark up belanja barang dan jasa seperti ATK dan peralatan kantor lainnya seperti, Kecamatan Siantar Timur, Kecamatan Siantar Barat, Kecamatan Siantar Utara, Kecamatan Siantar Selatan, Kecamatan Siantar Marihat, Kecamatan Siantar Martoba dan Kecamatan Siantar Marimbun pada tahun anggaran 2023.
“Total kerugian akibat dugaan mark up ini kita perkirakan bisa mencapai puluhan miliaran rupiah,” sebut Roy.
Dari investigasi yang dilakukan, lanjutnya, masih banyak indikasi dugaan korupsi yang terjadi di Kota Pematangsiantar. Mirisnya, dugaan korupsi tersebut bisa saja terjadi hingga tingkat Kelurahan yang ada di Kota Pematangsiantar.
“Jadi, Lembaga Bantuan Hukum Ikatan Pemuda Karya (LBH IPK) Pematangsiantar merupakan lembaga yang hadir di masyarakat atas dasar kesadaran bersama berkontribusi memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terabaikan akibat kebijakan dan perilaku penyelenggara/pemerintahan yang korup,” sebutnya.
Roy berharap melalui laporan ini, pihak Kejaksaan bersifat kooperatif, dan dapat segera memanggil pihak yang terkait untuk dimintai keterangan.
“Kami sangat yakin kalau pihak Kejaksaan juga setuju untuk memberantas segala bentuk dugaan korupsi di kota berhawa sejuk ini,” tandasnya.
Roy juga menyampaikan, jika penelusuran yang mereka lakukan terhadap adanya dugaan praktek korupsi ini sudah dilakukan mulai dari tahap perencanaan program dan kegiatan, serta penentuan standar harga barang dan jasa, melalui Peraturan Walikota Pematangsiantar.
Dijabarkan Roy Simangunsong,SH untuk Kecamatan Siantar Timur, untuk Belanja Alat Tulis Kantor (ATK) dan Peralatan Kantor, dengan total belanja barang dan jasa sebesar Rp 641.708.000.
“Belanja ATK dan peralatan kantor dengan nominal yang tertera, kami nilai terlalu besar dari aspek jumlah maupun harga serta disinyalir tidak mematuhi Petunjuk Teknis (Juknis), tentang ketentuan maksimal ATK untuk 1 (satu) tahun kegiatan,” tandasnya.
Masih kata Roy, belanja Peralatan dan mesin dengan nominal anggaran sebesar ini disinyalir telah terjadi penggelembungan sejak penentuan Standart Satuan Harga (SSH) Barang dan jasa melalui Peraturan Walikota, bahwa peralatan mesin yang dibelanjakan tidak jelas disebutkan di dalam anggaran TA.2023.
Roy Simangunsong lantas merinci anggaran belanja Alat Tulis Kantor (ATK) dan Peralatan Kantor di delapan kecamatan tersebut.
“Kecamatan Siantar Timur Rp 641.708.000, Kecamatan Siantar Barat Rp 1.674.526.130, Siantar Utara 739.760.401, Kecamatan Siantar Marihat Rp 1.615.788.942, Kecamatan Siantar Martoba Rp 839.909.188, Kecamatan Siantar Sitalasari Rp 762.629.348 dan Kecamatan Siantar Simarimbun Rp 694.324.470,” rincinya.
Roy Simangunsong menduga jika praktek penggunaan anggaran yang dilakukan oleh delapan Kecamatan tersebut jelas melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor. 33 Tahun 2008 , yang mengatur standar Harga Satuan Regional.
Pasal 5 ayat 2 menyebutkan “ Bahwa ketentuan mengenai perubahan standar harga satuan regional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan setelah berkordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintah Dalam Negeri,” paparnya.
Selain itu, penggunaan anggaran tersebut juga diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan(PMK) Nomor. 119/PMK/02./2020, Tentang standar biaya masukan 2021, dimana telah menetapkan besaran satuan biaya keperluan sehari perkantoran untuk Sumatera Utara, sebesar Rp.Rp.1.151.000.- per orang per tahun, dengan komposisi pembiayaan, melengkapi : biaya pembelian kertas dan Alat Tulis Kantor.
“Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam bentuk Mark up belanja barang dan jasa Alat Tulis Kantor (ATK), dan Peralatan Kantor Total kita taksasi mencapai Rp.7.4 miliar lebih . Maka sudah patut dan diduga telah melanggar UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” sebutnya.
selain itu, “Dalam undang-undang tersebut sangat jelas menyebutkan : Setiap orang melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau satu korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun penjara,” sebut pria yang dikenal mudah tersenyum kepada setiap orang.
Oleh sebab itu, Roy Simangunsong,SH meminta Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar segera melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan memeriksa semua Camat di delapan kecamatan yang ada di Kota Pematangsiantar.
“Harapan kami pihak Kejaksaan segera membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan dan meminta keterangan terkait laporan ini. Jangan kasih ruang terjadinya praktik korupsi di Kota Pematangsiantar,”tutupnya. (r/red/pr).