Satgas PPKS Universitas Islam Labuhanbatu Terbentuk
Labuhanbatu, Metroasia.co – Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual disingkat Satgas PPKS telah dibentuk di Universitas Islam Labuhan Batu, Jl. H.M. Yunus, Padang Bulan, Rantau Utara, Labuhan Batu. Sabtu, (28/08/2024).
pembentukan satgas ini diharapkan dapat sebagai garda terdepan di Universitas Islam Labuhan Batu dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Peran dan Fungsi Satgas PPKS seperti, Pencegahan: Satgas PPKS bertanggung jawab untuk mengembangkan program pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus khususnya kampus Unisla.
Acara ini di buka Oleh Rektor Universitas Islam Labuhan batu Dra.Annim Hasibuan,M.Pd, Wakil Rektor 1 Joni Rianto Siregar,S.P, M.P. Panitia Seleksi PPKS ( Pencegahan penanganan Kekerasan Seksual) Unisla yaitu Dr. Mukhrizal Effendi, M.SP (Dosen), Irsan Ritonga, S.E (Tendik), Rini Antika Ritonga, S.E., M.Si (Dosen), Elfrida Pasaribu (Mahasiswa), Rizki Trisetya, S.P., M.P (Dosen)
Rektor Unisla Dra.Annim Hasibuan,M.Pd menyampaikan dalam sambutannya jika kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.
Lanjutnya, Kekerasan Seksual tidak melulu mengenai seks. Inti dari permasalahan ini adalah penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas, meskipun pelaku mungkin mencoba membela diri dengan menyatakan bahwa perilaku kekerasan yang ia lakukan sebenarnya adalah wujud perasaan romantis semata. Kebanyakan kekerasan seksual dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan.
“Namun, ada juga kasus pelecehan perempuan terhadap laki-laki, dan juga antara sesama jenis (baik sesama laki-laki maupun perempuan),”katanya.
Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2022, pada tahun itu juga terdapat 338.496 laporan Kekerasan terhadap Perempuan. 4.660 laporan tersebut terkait dengan Kekerasan Seksual, di mana 27% di antaranya terjadi di lingkungan kampus (perguruan tinggi), ujarnya.
Berdasarkan Laporan Tahunan WHO Tahun 2022, 9 dari 10 korban Kekerasan Seksual memilih untuk diam dan tidak melaporkan tindakan amoral yang dialaminya. “Jika Laporan WHO itu dipakai sebagai rujukan, maka besar kemungkinan tingkat Kekerasan Seksual yang terjadi dalam kenyataan jauh lebih besar dari apa yang tercatat dalam Laporan Komnas Perempuan tersebut,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Rektor 1 Akademik Unisla, Joni Rianto Siregar,S.P, M.P, jika Tahapan Rekrutmen dan Pembentukan Panitia Seleksi meliputi syarat anggota Panitia Seleksi seperti, Syarat Kompetensi Pasal 24 Ayat 4, Pernah mendampingi korban Kekerasan Seksual, Pernah melakukan kajian tentang Kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas, Pernah mengikuti organisasi di dalam atau luar kampus yang fokus pada isu Kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas; dan/atau, Tidak pernah terbukti melakukan kekerasan, termasuk Kekerasan Seksual.
Sementara, untuk Syarat Administrasi Pasal 24 Ayat (5), Daftar Riwayat Hidup, Surat Rekomendasi dari Atasan (bagi anggota dari unsur Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Surat Rekomendasi dari Pendidik (bagi anggota dari unsur Mahasiswa).
Tugas Panitia Seleksi ialah Menyusun Petunjuk Teknis Seleksi Anggota Satgas. Pasal 26 Ayat (a), Melaksanakan Seleksi Anggota Satgas. Pasal 26 Ayat (b), Merekomendasikan Anggota Satgas untuk ditetapkan oleh Pemimpin PT. Pasal 26 Ayat (c), ucap Joni.
Keanggotaan Satgas PPKS, Kepengurusan Satgas PPKS, Syarat Anggota Satgas sesuai Syarat Kompetensi Pasal 29 Ayat (2), Pernah mendampingi korban Kekerasan Seksual, Pernah melakukan kajian tentang Kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas , Pernah mengikuti organisasi di dalam atau luar kampus yang fokus pada isu Kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas; dan/atau Menunjukkan minat dan kemampuan untuk bekerjasama sebagai tim dalam melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi; dan/atau, Tidak pernah terbukti melakukan kekerasan, termasuk Kekerasan Seksual, bebernya.
Syarat Administrasi Pasal 29 Ayat (3)
A. Daftar Riwayat Hidup;
B. Hasil wawancara dengan PanSel;
C. Surat Rekomendasi dari Atasan (bagi anggota dari unsur Pendidik dan Tenaga Kependidikan);
D. Surat Rekomendasi dari Pendidik (bagi anggota dari unsur Mahasiswa).
Tugas Satgas PPKS
Mekanisme Penanganan Laporan Kekerasan Seksual Satgas PPKS
Hambatan dan Tantangan
– Insan kampus masih memandang persoalan kekerasan seksual hanya sebagai persoalan kesusilaan semata. Kampus seolah berlindung di balik asumsi imajinatif yang menganggap bahwa semua sivitas akademika memiliki moralitas sempurna. Akibatnya, sebagai konsekuensi dari asumsi itu, maka dalam banyak kasus, laporan kekerasan seksual seringkali berakhir hanya dengan sanksi etik.
– Kampus masih memandang bahwa upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual itu rumit dan membutuhkan banyak biaya. Asumsi ini tidak sepenuhnya keliru, namun semua itu jelas sepadan demi tercapainya tujuan Pendidikan secara nasional.
– Diskursus tentang kekerasan seksual seringkali dibenturkan pada satu frasa fundamental: persetujuan. Persetujuan atau consent dalam konteks kekerasan seksual seringkali disalahartikan menjadi suka-sama-suka. Jika dosen A memeluk mahasiswa B, dan si mahasiswa B tidak menolak, maka hal itu dianggap suka-sama-suka, bukan kekerasan seksual. Dalam konteks regulasi, aksi diam mahasiswa B tidak boleh diterjemahkan sebagai setuju karena mengabaikan satu aspek fundamental: relasi kuasa.
Langkah Ke Depannya,
* Pembentukan Satgas PPKS harus dibarengi dengan penerbitan Pedoman Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus oleh Rektor. Pedoman ini sangat diperlukan sebagai semacam SOP bagi Satgas PPKS, termasuk SOP Pencegahan, Penanganan, Perlindungan Saksi dan Korban, serta Kerjasama Lintas Sektor.
* Mengintegrasikan persoalan Kekerasan Seksual dalam kurikulum adalah sebuah strategi yang harus dipergunakan untuk mengoptimalkan upaya perlawanan terhadap Kekerasan Seksual. Pengintegrasian ini, misalnya, bisa dilakukan terhadap matakuliah Agama atau Kewarganegaraan. Juga bisa dengan mengintegrasikannya lewat Lembaga kemahasiswaan seperti BEM atau Himpunan Mahasiswa. Melalui pengintegrasian ini para mahasiswa bisa dirangsang untuk mendiskusikan secara terbuka tentang permasalahan Kekerasan Seksual tersebut.
Kampus tidak bisa bekerja sendirian untuk menghadapi permasalahan Kekerasan Seksual ini. Untuk itu dibutuhkan kerjasama lintas sectoral dengan lembaga-lembaga semacam Komnas Perempuan, Komnas Disabilitas, Komnas HAM, Kepolisian, LPSK, organisasi keagamaan, atau NGO dalam dan luar negeri, tutup Joni.(Awal Siregar/wpr/red)